Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) mulai mengusut dugaan penyelewengan dana bina sosial (Binsos) APBD Sumut tahun 20102011 senilai Rp760 miliar. Kabiro Bansos dan Kabiro Keuangan Pemprovsu telah dipanggil Kejatisu.
Informasi diperoleh Waspada, kedua kepala biro di kantor Gubsu tersebut telah dipanggil Kejatisu pada 25 Januari 2012 lalu. Kejatisu mencurigai adanya penyelewengan dana Bansos sebesar Rp760 miliar, untuk dua tahun anggaran. Besarnya Bansos pada APBD 2010 Rp460 miliar dan tahun 2011 Rp300 miliar.
Menindaklanjuti kecurigaan itu, Kejatisu secara marathon mulai dan terus memanggil para pemerima bantuan. Pada pekan lalu sejumlah pimpinan LSM, yayasan dan lembaga, telah diperiksa untuk mendalami kasus ini sebagai pihak yang menerima bantuan.
Dana Binsos diperkirakan bocor. Dana yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan sosial itu diduga telah disalahgunakan. Pelakunya adalah anggota DPRD Sumut dan pejabat Pemprovsu. Mereka memotong anggaran itu lebih 50 persen.
Alokasi dana dalam APBD Sumut setiap tahun itu juga disebutsebut sebagai akalakalan DPRD Sumut. Mereka menggunakan dana masyarakat untuk membiayai konstituen mereka. Akibat itu sekarang ini banyak bermunculan yayasan dan lembaga dadakan. Walaupun Gubsu telah mengeluarkan sejumlah peraturan tentang syarat penerima bantuan, namun jumlah penerima bantuan tetap tidak terbendung.
Di DPRD Sumut sendiri, pengelola dana Binsos tidak merata. Anggota yang tidak memiliki peran di lembaga legislatif itu hanya diberikan porsi kecil. Paling besar hanya diberi jatah Rp400 juta/tahun. Sementara sebagian kecil anggota dewan mengelola dana Binsos puluhan miliar rupiah setiap tahun.
Menurut informasi yang diterima, dana Binsos itu merupakan ‘mainan’ anggota dewan dengan beberapa pejabat Pemprovsu. Karena lembaga yang dibentuk asalasalan, maka kegiatan yang dibuat juga asalasalan. Inilah kemudian yang membuat potongan dana menjadi sangat besar.
Penerima bantuan harus rela menerima hanya sekitar 30 persen saja dari bantuan yang diajukannya. Untuk dana Binsos ini di kalangan dewan sudah popular dengan sebutan ‘belah jengkol.’ Artinya dana tersebut dibagi dua antara anggota dewan dengan pengurus lembaga. Dana itu akan dipotong lagi ratarata 20 persen saat pencairan di kantor Gubsu.
Tinggallah lembaga menerima bantuan paling banyak 30 persen. Karena jumlahnya sangat kecil, sangat banyak penerima bantuan tidak menggelar kegiatan seperti yang tertera dalam proposal mereka.
Peran anggota dewan dalam memperoleh Binsos hampir dapat dikatakan mutlak. Masyarakat biasa hampir dipastikan tidak akan dapat menerima bantuan dana dari APBD kalau tidak melibatkan dewan. Faktanya di lapangan, lembagalembaga penerima bantuan harus dibimbing dan diarahkan dewan lewat staf mereka masingmasing yang menjadi perantara ke Pemprovsu.
Kejatisu sudah bertekad membongkar ‘permainan’ dana Binsos ini. Ratusan miliar dana masyarakat setiap tahunnya menguap ke kantongkantong oknum dewan dan pejabat Pemprovsu. Karenanya, Kejatisu telah berkomitmen untuk menghentikan perbuatan curang ini.
Kepala Seksi Penyidikan Kejatisu Jufri kepada Waspada, Rabu (25/1), mengakui telah memanggil Kabiro Bansos dan Kabiro Keuangan Pemprovsu. Agendanya terkait dugaan penyimpangan dana bina sosial tahun 2010 Rp460 miliar dan tahun 2011 Rp300 miliar.
Disebutkan Jufri, pemanggilan kedua pejabat itu baru sebatas mendengarkan keterangan dan meminta data tentang besarnya dana yang disalurkan Binsos dua tahun terakhir itu. Juga pihaknya meminta data berapa penerima dana dan bagaiman mekanisme penerimaan dana Binsos. “Karena kedua pejabat itu mengetahui bagaimana mekanisme pencairan dana mulai dari pengusulan, klarifikasi hingga pencairannya,” katanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar